Psikolog dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Hudaniah SPsi MSi memberikan tanggapan terkait maraknya aksi pengambilan paksa jenazah corona. Menurutnya, aksi pengambilan paksa jenazahCovid 19 adalah buntut dari stigma negatif soal virus corona. Stigma negatif pun muncul dari kekeliruan pemahaman masyarakat soal virus corona.
Hudan melanjutkan, satu di antara kejadianitu, adanya beberapa petugas medis yang menjadi korban 'terusir' dari tempat tinggalnya. Petugas medis yang bisa menjadi sosok pemberi edukasi soal Covid 19, justru diusir karena kekhawatiran tak berdasar dari masyarakat. "Stigma buruk dan negatif tentang virus itu membuat mereka tidak terbuka."
"Karena terbentuk stigma orang yang terpapar Covid 19 itu negatif." Lebih lanjut, Hudan menyampaikan, mereka yang mengambil paksa jenazah corona itu melibatkan orang panik yang mudah terprovokasi. "Paniknya itu melibatkan banyak orang, maka semakin banyak pula orang yang menerima informasi tidak tercerna dengan baik kebenarannya."
"Mereka terprovokasi dan mungkin juga mereka bukan orang yang paham betul bagaimana resikonya," ungkap Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Bimbingan dan Konseling UMM itu. Disamping itu, budaya di Indonesia sangat menghormati jenazah. Sehingga pemakaman jenazah harus ada perlakuan khusus dari keluarga dan secara keagamaan.
"Mereka terdidik dengan value penghormatan atau keistimewaan terhadap bagaimana memperlakukan jenazah dengan baik," jelasnya. Lantas solusi apa yang bisa dilakukan untuk meredakan pengambilan paksa jenazah terindikasi corona? Hudan mengungkapkan, Kampung Tangguh merupakan salah satu contoh yang baik untuk membuat masyarakat teredukasi.
Sebab, Kampung Tangguh yang berbasis komunitas ini berada di tingkat RT, RW, maupun desa yang memahami SDM (sumber daya manusia) di masing masing tempat. Apalagi jika Kampung Tangguh melibatkan tenaga medis untuk mengedukasi dan tokoh masyarakat yang didengarkan. Pasalnya, dalam praktiknya untuk mengedukasi masyarakat di lapangan, Hudan menuturkan akan tidak mudah.
Banyak yang menjadi faktor untuk itu, misalnya jangkauan kepada masyarakat yang belum merata dan keberagaman masyarakat itu sendiri. "Melibatkan edukasi di tingkat terkecil seperti RT, RW, dan desa sudah cukup." "Saya kira kalau dilakukan secara masif akan membantu bagaimana mengedukasi masyarakat dengan baik," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, dalam beberapa hari terakhir, pengambilan paksa jenazah terindikasi virus corona ramai terjadi. Di Makassar, Sulawesi Selatan, sudah ada 7 kejadian pengambilan paksa jenazah Covid 19 di rumah sakit. Beberapa rumah sakit yang menjadi tempat pengambilan paksa di antaranya RS Labuang Baji dan RS Stella Maris, Makassar.
Di RS Stella Maris misalnya, ratusan orang memaksa mengambil jenazah PDP Covid 19 dengan menggunakan tandu yang tertutup kain. Bahkan, aparat gabungan dari TNI dan Polri yang sempat menghalau ratusan massa tersebut kewalahan. Tak hanya di Makassar, di Rumah Sakit Mekar Sari, Bekasi Timur, puluhan orang pun memaksa membawa jenazah PDP Corona.
Dalam video yang beredar, puluhan warga memaksa petugas medis untuk membuka satu ruangan yang di dalamnya terdapat jenazah PDP Corona. Petugas medis pun terpaksa membukakan pintu lantaran kewalahan menghadapi puluhan warga. Sementara itu, aksi ambil paksa jenazah positif Covid 19 juga terjadi di Surabaya, Jawa Timur.
Diketahui, aksi tersebut dilakukan warga Pegirian, Kecamatan Semampir. Dalam video yang beredar, keluarga tersebut nekat membawa pulang jenazah beserta ranjang pasien diduga milik rumah sakit. Bahkan, saat petugas dan aparat kepolisian datang untuk memakamkan jenazah sesuai protokol kesehatan, mereka mendapati warga telah membuka peti jenazah.
Kebanyakan warga pun mengakui, alasan mengambil paksa jenazah lantaran tidak setuju pasien tersebut dimakamkan sesuai protokol kesehatan di masa pandemi ini.