Hukum Mencicipi Makanan atau Masakan Saat Berpuasa Apakah Membatalkan Puasa

Sebagian orang sering bingung dan menanyakan hukum tentang orang yang mencicipi atau mencium aroma masakan, apakah hal tersebut membatalkan puasa ? Sebagian berfikir bahwa mencicipi makanan atau masakan di tengah siang hari saat berpuasa adalah dapat membatalkan pausa. Namun ada pula yang menyatakan mencicipi masakan diperbolehkan dan tidak membatalkan puasa.

Lantas bagaimana hukum sebenarnya mengenai orang yang mencicipi atau mencium aroma masakan saat berpuasa ? Dr M Rahmawan Arifin, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Surakarta menjelaskan mengenai hal tersebut. Ia menjelaskan, sebagai umat muslim, harus diketahui bahwa tujuan utama menjalankan ibadah puasa adalah untuk meningkatkan ketaqwaan.

Oleh sebab itu, semua perbuatan bisa dilihat dari niat seseorang yang melakukan perbuatannya. Secara prinsip, yang membatalkan puasa adalah masuknya minuman atau barang kedalam lubang seperti mulut, hidung atau telinga. Dijelaskannya, ada sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, bahwa mencicipi masakan tidak membatalkan puasa selama tidak masuk ke kerongkongan.

“Tidak mengapa mencicipi cuka atau makanan lainnya selama tidak masuk ke kerongkongan.” (HR Bukhari) Dalam konteks tersebut dijelaskan bahwasanya mencicipi atau menghirup aroma makanan tidak membatalkan puasa. Namun dalam mencicipi masakan tersebut haruslah benar benar didasarkan atas kebutuhan untuk menjamin kualitas makanan atau masakan.

"Kita harus kembali pada niat yang awal, bahwasanya selama mencium atau mencicipi makanan didasarkan kebutuhkan kita untuk memastikan makanan kita lezat." "Makanan kita sesuai dengan standar, tidak terlalu asin tidak telalu manis, dan memang layak untuk disajakan untuk buka puasa, maka diperbolehkan selama memang tidak ada niat apapun untuk membatalakan puasa" terangnya. Rahmawan menambahkan, Allah telah memberikan hal hal yang sangat mudah dalam beragama.

"Kita berjalan tiba tiba mencium aroma makanan jangan penah berfikir untuk sanksi dan ragu bahwasanya puasa kita batal atau tidak." "Lanjutkan puasa anda, selama memang tidak ada makanan yang masuk ke dalam tenggorokan," jelasnya. Ada beberapa hal yang dapat membatalkan puasa seseorang seperti dijelaskan dalam buku Tuntunan Ibadah Ramadhan yang diterbitkan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah tahun 2020.

Orang yang makan dan minum di siang hari pada bulan Ramadhan puasanya akan batal. Dengan demikian orang tersebut wajib menggantinya di luar bulan Ramadhan. Dasar: “Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar …” [QS. al Baqarah (2): 187].

Melakukan hubungan suami istri di siang hari pada bulan Ramadhan juga merupakan hal yang menyebabkan batalnya puasa. Bagi yang melakukannya maka wajib mengganti puasanya di luar bulan Ramadhan, dan wajib membayar kifarah. Kifarah tersebut berupa: memerdekakan seorang budak; kalau tidak mampu harus berpuasa 2 (dua) bulan berturut turut; kalau tidak mampu harus memberi makan 60 orang miskin, setiap orang 1 mud makanan pokok.

Dasarnya : Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid” (QS. Al Baqarah: 187) . Tubasyiruhunna dalam ayat ini bermakna menyetubuhi. Dalam buku Panduan Ramadhan 'Bekal Meraih Ramadhan Penuh Berkah' terbitan Pustaka Muslim, dijelaskan keluar mani juga menjadi penyebab batalnya puasa dan wajib menggantinya di hari yang lain. Yang dimaksud bercumbu disini ialah bersentuhan seperti ciuman tanpa ada batas atau bisa pula dengan mengeluarkan mani lewat tangan atau onani.

Sedangkan jika keluar mani tanpa bersentuhan seperti keluarnya karena mimpi basah atau karena imajinasi lewat pikiran, maka tidak membatalkan puasa. Muhammad Al Hishni rahimahullah mengatakan bahwa keluarnya mani dengan berpikir atau karena ihtilam (mimpi basah) tidak termasuk pembatal puasa. Para ulama tidak berselisih dalam hal ini, bahkan ada yang mengatakan sebagai ijma’ (konsensus ulama). (Kifayatul Akhyar, hal. 251).

Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai sebab kekurangan agama wanita, beliau berkata : “Bukankah wanita jika haidh tidak shalat dan tidak puasa?” (HR. Bukhari no. 304 dan Muslim no. 79). Penulis Kifayatul Akhyar berkata, “Telah ada nukilan ijma’ (sepakat ulama), puasa menjadi tidak sah jika mendapati haidh dan nifas. Jika haidh dan nifas didapati di pertengahan siang, puasanya batal.”

Syaikh Musthofa Al Bugho berkata, “Jika seorang wanita mendapati haid dan nifas, puasanya tidak sah. Jika ia mendapati haid atau nifas di satu waktu dari siang, puasanya batal. Dan ia wajib mengqadha’ puasa pada hari tersebut.” Wanita yang mengalami haid atau nifas di tengah puasa, maka puasanya batal dan wajib menggantinya setelah Ramadan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *