Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) angkat bicara soal masuknya kapal China ke wilayah perairan Natuna, Kepulauan Riau. Mengenai masuknya kapal China, Jokowi menegaskan tidak ada tawar menawar alias negoisasi. Diungkapkan Jokowi, pernyataan yang disampaikan oleh sejumlah menterinya itu sudah tepat dalam menanggapi persoalan ini.
"Yang berkaitan dengan Natuna, saya kira, seluruh statement yang disampaikan sudah sangat baik," kata Jokowi dalam rapat kabinet paripurna di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (6/12/2020). Rapat terbatas tersebut membahas Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah (RPJMN) 2020 2024. Hadir seluruh menteri dan kepala lembaga, termasuk Panglima TNI, Kapolri dan Kepala BIN.
Meski membahas RPJMN, namun dalam sambutannya Jokowi turut menyinggung soal penerobosan wilayah Natuna oleh kapal China. "Bahwa tidak ada yang namanya tawar menawar mengenai kedaultan, mengenai teritorial negara kita," tegas Jokowi. Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan MohamadMahfud MDbersikap tegas terhadap masuknya kapal asing asalChinake wilayah perairanNatuna.
Mahfud menyampaikan, tidak ada negosiasi atas kasus tersebut. Sebab menurut dia, perairan Natuna yang ada di Kepulauan Riau mutlak merupakan wilayah Indonesia. "Indonesia tidak akan melakukan negosiasi dengan China," kata Mahfud saat menghadiri Dies Natalis Universitas Brawijaya (UB) ke 57 di Kampus Universitas Brawijaya (UB), Minggu (5/1/2020).
Menurut Mahfud, perairan Natuna sepenuhnya milik Indonesia berdasarkan konvensi internasional tentang laut dan perairan, yaitu UNCLOS tahun 1982. Batas perairan Natuna yang dilanggar China merupakan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia. Mahfud MDmeminta aparat keamanan untuk mengusir kapal kapal asal China yang masih berada di perairanNatuna.
"Kita usir dengan segala kemampuan kita. Kita halau kapal kapal dan nelayan nelayan. Kalau mau diinternasionalkan itu multilateral, urusan Perserikatan Bangsa Bangsa, bukan urusan China dan Indonesia. Tidak ada itu. Kita tidak membentuk tim negosiasi, tidak ada," ucapnya.
Sementara, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai, diskusi bukan menjadi solusi tepat terkait polemik batas wilayah di perairan Natuna "Juru bicara Kementerian Luar Negeri China pun menyampaikan bahwa China hendak menyelesaikan perselisihan ini secara bilateral. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menanggapi soal insiden kapal kapal asal Tiongkok yang masuk wilayah perairan Natuna Utara.
Tak hanya kapal kapal nelayan, kapal penjaga pantai atau coast guard negara itu juga terang terangan masuk dan mengawal penangkapan ikan secara ilegal. Bahkan pemerintahan Beijing mengklaim kalau kapal nelayan dan coast guard tidak melanggar kedaulatan Indonesia. Mengenai hal itu, Mahfud MD mengatakan bahwa Indonesia tidak akan berperang melawan Cina.
Selain itu, Mahfud MD juga menegaskan tak ada negoisasi dengan kapal kapal ikan dan kapal coast guard Cina di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Hal itu lantaran wilayah Natuna Utara merupakan wilayah Indonesia. Sehingga sudah pasti kapal kapal ikan Cina yang harus keluar dari wilayah perairan Natuna.
Mahfud MD menegaskan tak akan berperang, namun mempertahankan kedaulatan. Ia juga membeberkan alasan kenapa tidak melakukan negoisasi. Menurutnya, jika melakukan negoisasi, itu sama saja mengakui milik bersama.
"Tidak berperang kita. Kita mempertahankan kedaulatan. Tugas Kemenko Polhukam mengamankan itu." "Jadi tidak ada perang, tetapi tidak ada nego." "Karena kalau menego berarti kita mengakui itu milik bersama," ucap Mahfud MD di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (6/1/2020).
Meski demikian,MahfudMDmenyebut peristiwa ini tak akan mengganggu perekonomian dan kebudayaan antar kedua negara. "Oleh sebab itu, urusan hubungan dagang, perekonomian, hubungan kebudayaan, hubungan apa pun dilanjutkan seperti biasa," tambahnya. Ia juga mengatakan, pemerintah terus memperkuat pasukan di wilayah perairanNatunaUtara.
Bahkan, kataMahfudMD, penguatan pasukan sudah bergerak ke wilayahNatuna. "Apa yang sudah diinstruksikan oleh Presiden dan sebelum ini pun saya sudah bicara langsung dengan pihak Istana yang diwakili Mensesneg dua hari lalu." "Menyatakan bahwa sikap pemerintah tidak bergeser untuk kedaulatan itu. Dan minta agar kehadiran negara di sana direalisasikan," jelasMahfudMD.
"Dan kita sudah mulai merealisasikan, penguatan pasukan di sana sudah mulai bergerak," ungkapnya. Sebelumnya, PanglimaKomando Gabungan Wilayah Pertahanan I (Pangkogabwilhan I) Laksamana Madya TNI Yudo Margono, memimpin apel gelar pasukan intensitas operasi rutin TNI dalam pengamanan laut Natuna. Apel gelar pasukan dilakukan di Paslabuh, Selat Lampa, Ranai,Natuna, Jumat (3/1/2020).
Sebanyak 600 personel TNI dikerahkan dalam apel tersebut. Sebanyak 600 personel yang terlibat apel terdiri dari 1 KompiTNIAD Batalyon Komposit 1 Gardapati, dan 1 Kompi GabunganTNIAL terdiri dari personel Lanal Ranai. Lalu, unsur KRI Teuku Umar 385 dan KRI Tjiptadi 381, Satgas Komposit Marinir Setengar, serta 1 Kompi TNI AU (Lanud Raden Sadjad dan Satrad 212 Natuna).
Dalam arahannya kepada prajurit, Pangkogabwilhan I menegaskan pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh kapal pemerintah asing di wilayah zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEE). Pelanggaran berupa penangkapan ikan secara ilegal yang dikawal oleh kapal Coast Guard asing, sehingga merupakan ancaman pelanggaran wilayah kedaulatan Indonesia. Untuk itu, TNI wajib melakukan penindakan hukum terhadap pelanggar asing yang telah memasuki wilayah dan kegiatan ilegal berupa penangkapan ikan tanpa izin dari Pemerintah Indonesia.
Mulai 1 Januari 2020, didelegasikan tugas dan wewenang kepada Pangkogabwilhan I untuk menggelar operasi menjaga wilayah kedaulatan Indonesia dari pelanggar negara asing. Operasi ini dilaksanakan olehTNIdari unsur laut, udara, dan darat. Pangkogabwilhan I juga mengarahkan seluruh prajurit TNI yang terlibat operasi ini, khususnya pengawak KRI dan pesawat udara.
Tujuannya, agar memahami aturan aturan hukum laut internasional maupun hukum nasional di wilayah laut Indonesia. Para prajuritTNIjuga harus melaksanakan penindakan secara terukur dan profesional, sehingga tidak mengganggu hubungan negara tetangga yang sudah terjalin dengan baik. Selain itu, para prajurit TNI diminta menggunakan Role of Engagement (RoE) yang sudah dipakai dalam operasi sehari hari.
Pangkogabwilhan I menekankan kepada prajuritTNIyang bertugas, agar tidak terprovokasi dan terpancing kapal asing yang selalu melakukan provokasi apabila ada kehadiran KRI. “Kehadiran Kapal Perang Indonesia adalah representasi negara, sehingga mereka harusnya paham." "Ketika negara mengeluarkan kapal perangnya, bahwa negara pun sudah hadir di situ,” tegas Pangkogabwilhan I Laksdya TNI Yudo Margono.
Sebelumnya,TNItelah mengerahkan lima kapal perang KRI dan satu pesawat Boeing ke PerairanNatuna, Kepulauan Riau. Hal ini dilakukan menyusul sikap apatis Pemerintah Cina terhadap protes Pemerintah Indonesia, pasca pelanggaran kapal coast guard Cina di perairan ZEENatunaUtara. Pangkogabwilhan I menyampaikan, pengerahan alutsista pertahanan dan personel TNI ini bagian dari operasi kesiagaan tempur.
"Sekarang ini wilayahNatunaUtara menjadi perhatian bersama, sehingga operasi siaga tempur diarahkan keNatunaUtara mulai tahun 2020." "Operasi ini merupakan salah satu dari 18 operasi yang akan dilaksanakan Kogabwilhan I di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya," kata Pangkogabwilhan I LaksdyaTNIYudo Margono sebelumnya. Eskalasi hubungan keamanan Indonesia Cina meningkat setelah kapal coast guard Cina menerobos kedaulatan perairan ZEE di perairan Natuna Utara pada Jumat 30 Desember 2019.
Saat itu, kapal coast guard Cina mengawal kapal sipil Cina pencuri ikan di perairan Naturan Utara. Kapal perang KRI milikTNIyang mengetahui kejadian itu langsung mengusir kapal coast guard Cina. Pemerintah Indonesia mempunyai landasan hukum kuat untuk menjaga kedaulatan wilayahnya.
Sebab, wilayah ZEE Indonesia mencakup perairanNatunatelah ditetapkan oleh hukum internasional, melalui Konvensi PBB tentang hukum laut. Yakni, United Nations Convention for the Law of the Sea (UNCLOS) pada 1982. Sementara, Pemerintah Cina bergeming atas protes Pemerintah Indonesia.
Mereka mengklaim mempunyai hak historis di Laut Cina Selatan, mencakup perairanNatuna, tanpa dasar hukum yang kuat. Klaim tersebut hanya karena nelayan Cina sudah lama melakukan kegiatan penangkapan perikanan di perairan dekat Kepulauan Nansha atauNatuna.