Said Didu Hingga Rocky Gerung Datang menuju Rumah Novel Baswedan

Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Muhamad Said Didu bersama sejumlah tokoh menyambangi rumah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan, di Jln Deposito, Kepala Gading, Jakarta Utara, Minggu (14/6/2020). Said Didi datang bersama ahli hukum tata negara Refly Harun dan Rocky Gerung. Ketiganya datang tidak bersamaan. Said datang pertama kali sekitar pukul 14.45 WIB, lalu disusul Rocky dan Refly. Sebelum memulai pertemuan, Novel dan beberapa tamunya melaksanakan salat Ashar di masjid dekat rumahnya. Pertemuan baru dimulai sekitar pukul 15.45 WIB.

Seperti diketahui, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulete, dua terdakwa penganiayaan penyidik KPK, Novel Baswedan dituntut pidana penjara selama 1 tahun. Mereka masing masing melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat seperti yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, sesuai dakwaan subsider Jaksa Penuntut Umum. Sebelumnya, Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan membeberkan kejanggalan yang terjadi selama proses persidangan kasus penyiraman air keras terhadap dirinya.

Hal itu diungkapkan Novel dalam sebuah tayangan yang diunggah di kanal YouTube TVOne News, Sabtu (13/6/2020). Novel mengatakan, sejak awal dirinya sudah melihat banyak permasalahan dan kejanggalan dalam persidangan tersebut. "Sehingga ketika ternyata respons dari penuntut adalah dengan memberikan tuntutan satu tahun, ditambah dengan narasi tuntutan yaitu terkait dengan Pasal 353."

"Maka saya melihat di situ ada hal yang tadinya sudah saya duga dan terjadi benar dan memang sudah saya perkirakan," tegas Novel. Lebih lanjut, Novel memaparkan soal berbagai kejanggalan yang terjadi dalam perjalanan kasus penyiraman air keras terhadap dirinya. Pertama, menurut Novel, soal kebenaran apakah kedua terdakwa tersebut benar pelaku yang sebenarnya.

Menurut Novel, dirinya sudah menanyakan hal itu kepada penyidik, namun hingga kini ia tak pernah mendapat jawaban soal itu. "Sejak awal kedua terdakwa yang saat itu tersangka ditangkap atau menyerahkan diri, saya tidak tahu mana yang betul." "Saat itu saya bertanya kepada penyidik, apa alat bukti atau hal yang mendasari penyidik meyakini bahwa kedua orang itu adalah pelakunya."

"Sampai perkara dilimpahkan ke penuntutan saya tidak pernah mendapatkan jawaban soal itu," terangnya. Begitu juga diproses penuntutan, lanjut dia, Novel juga menanyakan hal yang sama kepada jaksa penuntut. Namun, lagi lagi, Novel tidak mendapat jawaban atau penjelasan soal hal itu.

"Saya bertanya kepada jaksa penuntut, apa yang membuat jaksa penuntut yakin bahwa dua orang ini adalah pelakunya dan hal itu tidak ada penjelasan seperti apa begitu," jelasnya. Kejanggalan kedua, menurut Novel, terjadi diproses persidangan, di mana berkas perkara saksi saksi penting tidak dimasukkan dalam berkas perkara. Terkait dengan hal itu, Novel dan kuasa hukumnya telah menyampaikan kepada jaksa penuntut.

Dengan harapan jaksa penuntut mau memasukkan saksi saksi kunci yang mengetahui tentang penyerangan terhadap dirinya untuk dihadirkan dalam proses persidangan. Namun, ternyata hal itu juga tidak dilakukan. Tak hanya itu, Novel juga mendapati adanya beberapa barang bukti dalam kasus penyerangan air keras terhadap dirinya yang hilang.

"Contohnya adalah botol yang dipakai untuk menuang air keras ke mug dan dipakai untuk menyiram ke wajah saya, itu hilang." "Ternyata juga baju yang digunakan saya saat itu, dibagian depannya digunting." "Ketika digunting maka tentunya apabila ada bekas air keras atau apapun di sana menjadi hilang menjadi tidak terlihat karena sudah tidak ada barangnya."

"Ketika alasan dikatakan bahwa itu diambil untuk diuji sebagai sampel, saya tahu benar bahwa pengujian sampel itu tidak mungkin diambil dibagian yang besar tapi hanya diambil pada bagian yang kecil, dipotret dan dibuatkan berita acara tapi itu tidak dilakukan," paparnya. Tak berhenti di situ, Novel juga menjelaskan kejanggalan lain, yakni soal pertanyaan jaksa penuntut yang dianggapnya kurang tepat untuk ditanyakan kepada dirinya. "Ketika dipersidangan saya ditanya oleh jaksa penuntut, apakah saudara saksi, apabila saudara saksi menjadi penyidik terus kemudian ada orang datang kepada penyidik mengakui atas suatu peristiwa atau berbuat pidana tertentu, apakah kemudian diproses atau tidak?" kata dia.

Meski merasa aneh dengan pertanyaan itu, Novel tetap menjawabnya. Dia menjawab, bahwa seharusnya penyidik bekerja dengan berdasarkan alat bukti. Sehingga ketika ada orang datang dan mengakui perbuatannya, maka keterangan diambil dan dicocokkan dengan alat alat bukti yang ada.

"Apabila itu bisa diukur dan seperti apa, maka penyidik harus kritis di sana." "Penyidik harus melihat apakah dia ini orang yang insyaf dan mengakui perbuatannya." "Atau jangan jangan dia adalah orang yang disuruh oleh orang atau kelompok tertentu untuk mengakui seolah olah dia pelakunya dan dengan imbalan sejumlah tertentu," paparnya.

Menurut dia, hal itu harus dilihat karena semua ada kemungkinan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *