Akademisi China Serukan Keadilan bagi Li Wenliang: Poin Kuncinya adalah Kebebasan Berbicara

Seorang dokter yang pertama kali memperingatkan adanya wabah virus corona, Li Wenliang, meninggal dunia setelah terinfeksi virus corona, Jumat (7/2/2020). Li Wenliang merupakan seorang dokter yang pertama kali mengirim pesan kepada sesama petugas medis, terkait adanya wabah yang awalnya ia kira adalah SARS. Namun, peringatan Li Wenliang ini justru menjadi bumerang baginya karena pihak kepolisian memperingatkannya untuk berhenti membuat komentar palsu.

"Kurasa dia bukan penyebar rumor. Bukankah ini berubah menjadi kenyataan sekarang?" ujar ayah Dr Li, Li Shuying, dikutip dari bbc.com . "Anakku luar biasa," tambahnya. Kepemimpinan China telah menghadapi tuduhan meremehkan keparahan virus dan juga berusaha merahasiakannya pada awal kemunculannya.

Atas kematian Li Wenliang ini, sekelompok akademisi China telah menerbitkan surat terbuka yang mendesak pemerintah untuk melindungi kebebasan berpendapat dan meminta maaf atas kematian Li. Kepala Sekolah Chinese Classics di Central China Normal University, Wuhan, Tang Yiming mengatakan, ia dan rekan rekannya membahas isi surat tersebut membutuhkan waktu seharian. "Poin kuncinya adalah kebebasan berbicara, hak dijamin oleh konstitusi," ujarnya, seperti yang dikutip South China Morning Post .

"Jika kata kata Dr Li tidak diperlakukan sebagai desas desus, jika setiap warga negara diizinkan untuk mempraktikkan hak mereka untuk menyuarakan kebenaran, kami tidak akan berada dalam kekacauan seperti itu, kami tidak akan memiliki bencana nasional dengan dampak internasional," tambahnya. Meskipun surat tersebut tidak ditujukan kepada siapa pun secara khusus, surat itu secara luas dibagikan di media sosial. Surat ini berisikan sebuah kritikan atas cara perlakuan terhadap Li dan tujuh orang lainnya ketika mereka mencoba peringatkan orang orang akan bahaya yang ditimbulkan oleh virus tersebut, dengan mengatakan hak konstitusional mereka telah dilanggar.

Para akademisi juga meminta pemerintah untuk mengakui telah melakukan kesalahan, menarik tuduhan terhadap pelapor, mengeluarkan permintaan maaf publik kepada mereka dan menyebut Li seorang martir. Mengutip konstitusi, surat itu mengatakan: " Warga Republik Rakyat Tiongkok menikmati kebebasan berbicara, pers, persatuan, persekutuan, prosesi dan demonstrasi. Warga Republik Rakyat Tiongkok, dalam melaksanakan kebebasan dan hak hak mereka, tidak boleh melanggar kepentingan negara, masyarakat atau kolektif, atau pada kebebasan dan hak sah warga negara lainnya ."

Sebelum kematiannya, Li Wenliang bekerja sebagai dokter mata di Rumah Sakit Pusat Wuhan. Pria 34 tahun tersebut, menikah dan telah memiliki seorang putra dengan istrinya yang tengah hamil anak kedua. Pada 30 Desember 2019, ia mengirim pesan WeChat ke mantan teman teman sekolah kedokterannya, berjudul " Tujuh kasus Sindrom pernapasan akut (SARS) dari Pasar Grosir Makanan Laut Huanan ", di mana ia memperingatkan wabah pneumonia yang tidak terdiagnosis di rumah sakitnya.

Tangkapan layar dari pos tersebut bocor dan diedarkan secara online pada hari berikutnya. Pada 1 Januari 2020, otoritas kesehatan setempat membuat pengumuman resmi yang mengatakan bahwa 27 kasus pneumonia karena penyebab yang tidak diketahui telah terdeteksi. Sementara polisi Wuhan mengatakan, mereka telah menghukum delapan orang karena 'menyebarkan desas desus'.

Kematian Li Wenliang disambut guncangan dan kemarahan di Tiongkok. Hampir 35 ribu orang mengonfirmasi kasus dan lebih dari 720 kematian akibat virus corona, kini banyak pertanyaan diajukan mengapa peringatan Li Wenliang tidak ditanggapi dengan serius. "Wabah virus corona baru bukanlah bencana alam, tetapi buatan manusia. Kita harus belajar dari kematian Li Wenliang," ujar Tang Yiming.

"Sebagai intelektual senior dan akademisi, jika kita tidak mengatakan sesuatu, kita akan merasa malu atas hati nurani dan pengetahuan kita, maaf untuk orang orang," tambahnya. "Kita semua harus merenungkan diri kita sendiri. Dan para pejabat bahkan harus menyesali kesalahan mereka," lanjutnya. Seorang profesor hukum dari Universitas Peking di Beijing, Zhang Qianfan menyerukan pemerintah untuk menetapkan 6 Februari sebagai 'Hari Kebebasan Berbicara' dan menghapuskan ketentuan dalam hukum pidana yang berupaya untuk menahannya.

"Kita tidak bisa membiarkan Li Wenliang mati sia sia," ujar Zhang Qianfan. "Kematiannya seharusnya tidak menakuti kita, tetapi sebagai dorongan kita untuk berbicara," tambah Zhang Qianfan. Li Wenliang atau kerap disapa Dr Li ini sebelumnya pernah memposting kisahnya di media sosial.

Dr Li menuliskan peringatan bahaya virus corona di tempat tidur. Pada status Dr Li tersebut, dia sudah memperhatikan kasus virus corona yang dikatakan seperti SARS. Pada 30 Desember 2019 lalu, Dr Li mengirim pesan berantai pada sesama dokter di obrolan grup.

Dr Li meminta rekan seprofesinya untuk memakai pakaian pelindung untuk menghindari infeksi virus baru. Empat hari kemudian, dia dipanggil ke Biro Keamanan Umum di mana ia diminta menandatangani surat. Dalam surat itu, dia dituduh membuat komentar palsu yang telah mengundang keributan.

Nama Dr Li pun masuk ke dalam satu dari delapan orang yang masih diselidiki polisi sebagai penyebar hoaks. Pihak berwenang setempat kemudian meminta maaf kepada Dr Li atas tuduhan tersebut. Dalam unggahan akun Weibo nya, Dr Li menjelaskan pada 10 Januari 2020 dia mulai batuk, hari berikutnya dia demam dan dua hari kemudian dia dirawat di rumah sakit.

Dia didiagnosis teinfeksi virus corona pada 30 Januari 2020.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *