Filipina Bersiap Hadapi Ledakan Kelahiran Bayi Tahun Depan karena Lockdown Virus Corona

Lockdown yang dimaksudkan untuk mencegah virus corona rupanya dapat berujung kelahiran ekstra 214.000 bayi di Filipina tahun depan. Dilansir Arab Neews, jumlah tersebut diprediksi menjadi ledakan kelahiran bayi tertinggi dalam 2 dekade terakhir di negara tersebut. Hal itu sesuai dengan data dari Komisi Kependudukan dan Pembangunan (POPCOM) Filipina.

POPCOM menilai kurangnya akses ke layanan keluarga berencana karena adanya lockdown yang diberlakukan sejak Maret, menjadi alasan utama untuk prediksi ledakan bayi tahun depan. "Melihat angka angka ini, kami memperkirakan bahwa karena PSBB serta pengurangan akses ke layanan program keluarga berencana, akan ada setidaknya satu kehamilan untuk setiap tiga wanita," ujar Wakil Sekretaris Juan Antonio Perez III, direktur eksekutif POPCOM, dalam sebuah laporan. Laporan itu mengutip sebuah studi yang dilakukan University of Philippines Population Institute dan Dana Populasi PBB (UNFPA) yang mengatakan sekitar 2 juta bayi diperkirakan akan lahir di negara itu tahun depan.

Studi ini juga mencatat bahwa lebih dari 200.000 kelahiran akan berasal dari kehamilan yang tidak direncanakan. Perez mengatakan penambahan jumlah itu adalah dampak buruk karantina masyarakat terhadap kesejahteraan keluarga. Hal itu dinilai makin memperburuk situasi krisis kesehatan yang sedang berlangsung.

Laporan itu mengatakan 10 persen kelahiran tahun depan akan berada di antara individu di bawah 20 tahun. Perez mengatakan: "Yang lebih menyedihkan adalah angka untuk remaja, atau mereka yang berusia antara 15 dan 19 tahun."

"Perkiraan awal hanya 163.000 kelahiran yang diakibatkan dari tidak menjalani program keluarga berencana." "Lockdown akan meningkatkan jumlah ini sebanyak 15.000, yang artinya menjadi 178.000, atau melonjak 9,3 persen." Menurut POPCOM, jumlah kelahiran tertinggi di Filipina adalah 1,79 juta kelahiran pada tahun 2000.

Jumlah kelahiran menurun setelah itu. "Ada 1,668 juta kelahiran pada tahun 2018. Dengan demikian, 214.000 kehamilan tambahan yang tidak direncanakan akan mendorong jumlahnya menjadi hampir 1,9 juta pada tahun 2021, yang akan membuatnya menjadi jumlah kelahiran tertinggi di negara ini dalam lebih dari dua dekade," katanya. Studi menunjukkan bahwa tingkat prevalensi kontrasepsi untuk metode keluarga berencana modern, persentase wanita yang menggunakan metode kontrasepsi kontemporer, diproyeksikan menurun sebesar 2,2 persen.

Ini berarti lebih dari 400.000 wanita diperkirakan keluar dari program keluarga berencana di negara itu. "Walaupun jumlahnya mengejutkan, ini seharusnya menjadi peringatan bagi semua orang bahwa ketika pandemi terus berlanjut, keluarga berencana harus tetap menjadi perhatian utama bagi semua orang," kata Perez. "Tidak hanya bagi mereka yang terlibat langsung dalam pemberian layanan, tetapi juga untuk semua pria dan wanita."

"Perempuan, ibu dan ayah, dan bahkan anak remaja dapat membuat perbedaan dengan melakukan yang terbaik untuk menghindari bertambahnya angkat statistik yang disebutkan di atas." "Yaitu untuk memastikan bahwa mereka membantu mengurangi insiden kehamilan yang tidak direncanakan." Selain itu, sementara tindakan karantina telah dilakukan sejak Maret, hanya beberapa fasilitas keluarga berencana yang dibuka.

Untuk memfasilitasi orang orang dalam program tersebut, Perez mengatakan langkah langkah darurat untuk keluarga berencana dilakukan. Langkah itu termasuk pengiriman pil dan kondom selama tiga bulan bagi mereka yang telah mendaftar untuk program keluarga berencana. Selain itu, ada kekhawatiran yang berkembang atas dampak pandemi COVID 19 pada layanan keluarga berencana secara global.

UNFPA bahkan memperkirakan sebanyak 7 juta kehamilan yang tidak diinginkan dapat terjadi di seluruh dunia karena krisis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *