Sejak pemerintah mulai melonggarkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) beberapa waktu lalu, para pelaku usaha kuliner kini telah diperbolehkan untuk membuka kembali gerai dan restorannya.
Bisma Adi Putra, Food and Beverage Consultant mengatakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi pengusaha kuliner yang mulai membuka gerai atau restorannya kembali atau reopening.
Pertama, re-adjust menu yang ada. “Sebisa mungkin harus ada menu yang baru atau comfort food atau makanan yang familiar dengan orang Indonesia. Misalnya goreng-gorengan, itu ngga akan pernah salah di lidah orang Indonesia. Menu-menu yang asin, manis, pedes, itu ngga akan salah. Tidak perlu membuat menu yang terlalu wild imajinasinya karena sesuai fakta di lapangan orang Indonesia suka dengan yang simple. Nasi dengan daging ayam di bowl atau mangkok plastic, itu bisa jadi pilihan menu yang bisa dibuat,” ujarnya ketika dihubungi Bisnis, tak lama ini.
Kedua, aktifkan kembali endorsement atau influencer yang dapat membantu mempromosikan usaha.
Menurutnya, endorsement tersebut tidak harus selalu selebgram atau influencer, pelaku usaha juga bisa memberikan tester gratis kepada teman-tema sekantor atau emak-emak yang bisa memberikan testimony mengenai produk kita.
“Sekitar 70 persen yang memilih makanan itu emak-emak. Jadi yang menentukan makanan yang akan dibeli itu ya emak-emak. Jadi kita sebagai pelaku usaha bisa mengirimkan makanan untuk teman kita, emak-emak yang lagi WFH di rumah. Saat di rumah itu kan mereka kerjanya tidak sebanyak di kantor jadi punya banyak waktu untuk mengomentari makanan yang ada di meja mereka,” tuturnya.
Ketiga, membuat program promo khusus, misalnya buy 1 get 1 free atau memberikan harga khusus dengan mengombinasikan antara makanan dan minuman.
Misalnya membuat makanan yang kalau dimakan itu akan seret sehingga mereka butuh minum. Jadi paket kombo dengan harga khusus ini bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen.
Keempat, atur strategi marketing dengan memanfaatkan digital marketing.
Kondisi ini membuat banyak pelaku makanan dan minuman atau kuliner yang tadinya ragu mengeluarkan anggaran untuk digital marketing, kini mulai memberanikan diri. Pasalnya, sekitar 90 persen penjualan selama pandemi sangat mengandalkan online.
“Kondisi ini mengubah mindset pelaku usaha yang tadinya hanya fokus mempercantik gerai kini di masa new normal mulai berani mengalihkan untuk spend budget di digital marketing,” tuturnya.
Kelima, menyasar komunitas lokal yang juga bisa membantu usaha yang sedang dijalankan.
“Kita sendiri saat ini punya satu group telegram yang isinya 500 orang, itu 80 persen pebisnis F&B semua. Di situ ada satu hari dimana kita bisa promosi. Kadang dari situ ada juga yang bantu suka beli karena biasanya di masa pandemi ini sesama pelaku usaha akan saling bantu untuk membeli,” terangnya.